Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang merupakan salah satu sumber
hukum Islam yang pertama. Sejak awal sampai akhir turunnya, seluruh
ayatnya ditulis dan didokumentasikan oleh para juru tulis wahyu yang
ditunjuk oleh Nabi. Namun satu hal yang unik bahwa al-Qur’ān pada masa
itu belum dibukukan dalam satu mushaf. Ide pembukuan ini baru muncul
pada masa Khalifah Abu Bakar atas saran dan usul dari ‘Umar bin Khattab.
Proses pembukuan tersebut berlanjut sampai pada masa Khalifah ‘Us|man
yang kemudian pada waktu terjadi saling menyalahkan antara kaum muslimin
tentang cara membaca (qirā’āt) al-Qur’ān , bahkan diantara mereka
nyaris saling mengkafirkan. Situasi yang demikian itu sangat mencemaskan
Khalifah ‘Usman. Iapun segera mengundang sahabat, baik dari golongan Ansar maupun Muhajirin
untuk mengatasi masalah yang serius tersebut. Akhirnya mereka sepakat
untuk menulis kembali mushaf Abu Bakar dan disalin menjadi beberapa
mushaf. Kemudian mengirim mushaf-mushaf tersebut ke berbagai daerah
untuk dijadikan sebagai bahan rujukan bagi kaum muslimin. Sementara
mushaf-mushaf lain yang berbeda pada saat itu diperintahkan untuk
dibakar. Al-Qur’ān juga tidak terlepas dari aspek qirā’āt, karena
pengertian al-Qur’ān itu sendiri secara bahasa mengandung arti “bacaan”
atau “yang dibaca”. Qirā’āt tersebut disampaikan dan diajarkan oleh
Nabi kepada para sahabat, sesuai dengan yang beliau terima dari malaikat
jibril. Selanjutnya sahabat mengajarkannya pula kepada tābi‘īn dan para
tābi‘īn mengajarkan pula kepada tabi’ al-tābi‘īn dan demikian
seterusnya dari generasi ke generasi. Namun qirā’āt yang dipelajari
ummat muslim sejak zaman Nabi hingga sekarang memiliki qirā’āt yang
berbeda-beda. Masalah ini kemudian menjadi penting untuk dianalisa
kembali untuk menghindari perselisihan antara ummat muslim serta dapat
menjadi pengetahuan bagi kita.Selengkapnya klik...http://ejournal.kopertais4.or.id/index.php/elhikam/article/view/1906