Senin, 08 Agustus 2016

MEMAKNAI KEMBALI QIRAAT AL-QUR’AN

Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang merupakan salah satu sumber hukum Islam yang pertama. Sejak awal sampai akhir turunnya, seluruh ayatnya ditulis dan didokumentasikan oleh para juru tulis wahyu yang ditunjuk oleh Nabi. Namun satu hal yang unik bahwa al-Qur’ān  pada masa itu belum dibukukan dalam satu mushaf. Ide pembukuan ini baru muncul pada masa Khalifah Abu Bakar atas saran dan usul dari ‘Umar bin Khattab. Proses pembukuan tersebut berlanjut sampai pada masa Khalifah ‘Us|man yang kemudian pada waktu terjadi saling menyalahkan antara kaum muslimin tentang cara membaca (qirā’āt) al-Qur’ān , bahkan diantara mereka nyaris saling mengkafirkan. Situasi yang demikian itu sangat mencemaskan Khalifah ‘Usman. Iapun segera mengundang sahabat, baik dari golongan Ansar maupun Muhajirin untuk mengatasi masalah yang serius tersebut. Akhirnya mereka sepakat untuk menulis kembali mushaf Abu Bakar dan disalin menjadi beberapa mushaf. Kemudian mengirim mushaf-mushaf tersebut ke berbagai daerah untuk dijadikan sebagai bahan rujukan bagi kaum muslimin. Sementara mushaf-mushaf lain yang berbeda pada saat itu diperintahkan untuk dibakar. Al-Qur’ān  juga tidak terlepas dari aspek qirā’āt, karena pengertian al-Qur’ān  itu sendiri secara bahasa mengandung arti “bacaan” atau “yang dibaca”. Qirā’āt tersebut disampaikan dan diajarkan oleh Nabi kepada para sahabat, sesuai dengan yang beliau terima dari malaikat jibril. Selanjutnya sahabat mengajarkannya pula kepada tābi‘īn dan para tābi‘īn mengajarkan pula kepada tabi’ al-tābi‘īn dan demikian seterusnya dari generasi ke generasi. Namun qirā’āt yang dipelajari ummat muslim sejak zaman Nabi hingga sekarang memiliki qirā’āt yang berbeda-beda. Masalah ini kemudian menjadi penting untuk dianalisa kembali untuk menghindari perselisihan antara ummat muslim serta dapat menjadi pengetahuan bagi kita.Selengkapnya klik...http://ejournal.kopertais4.or.id/index.php/elhikam/article/view/1906
Share:

Recent Posts

Labels